BAB
I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Sebagian
besar komponen penting yang diperlukan dalam peningkatan kesehatan adalah obat.
Obat merupakan semua zat baik kimiawi, hewani, maupun nabati yang dalam dosis
layak dapat menyembuhkan, meringankan bahkan mencegah penyakit. Proses
pemindahan molekul obat dari bentuk padat ke dalam larutan pada suatu medium
disebut disolusi.
Dalam
dunia kefarmasian para apoteker dan pakar-pakar kimia senantiasa merancang
sediaan obat supaya mampu merancang terobosan baru dalam menciptakan suati
produk yang berkualitas, baik dari segi kesetabilan obat maupun efek
yangditimbulkan. Sudah sepantasnya. Sebagai seorang farmasis kitaharus selalu
menggali informasi terkini mengenai teknologi obatdari berbagai segi. Disini
yang paling ditekankan yaitu pada preformulasi. Preformulasi merupakan metode
perancangan suatu riset dalamrangka menyusun konsep baru yang nantinya
harusmampumenghasilkan suatu maha karya yang bernilai
Disolusi
obat adalah suatu proses pelarutan senyawa aktif dari bentuk sediaan padat ke dalam media pelarut.
Pelarutan suatu zat aktif sangat penting artinya karena ketersediaan suatu obat
sangat tergantung dari kemampuan zat tersebut melarut ke dalam media pelarut sebelum diserap ke
dalam tubuh. Obat yang telah memenuhi persyaratan baik dari waktu hancur,
keregasan, keseragaman bobot, dan penetapan kadar, belum dapat menjamin bahwa
suatu obat memenuhi efek terapi. Karena itu uji disolusi harus dilakukan pada
setiap produksi tablet atau kapsul.
.
Laju disolusi atau kecepatan melarut obat-obat yang relatif tidak larut dalam
air telah lama menjadi masalah pada industri farmasi. Obat-obat tersebutumumnya
mengalami proses disolusi yang lambat demikian pula laju absorpsinya.Dalam hal
ini partikel obat terlarut akan diabsorpsi pada laju rendah atau bahkan tidak
diabsorpsi seluruhnya. Dengan demikian absorpsi obat tersebut menjadi tidak
sempurna
Sediaan tablet termasuk dalam persyaratan uji
disolusi yaitu untuk mengetahui seberapa banyak persentase zat aktif dalam obat
yang terlarut dan terabsorbsi ke dalam peredaran darah untuk memberikan efek
terapi. Disolusi menggambarkan efek obat terhadap tubuh, jika disolusi memenuhi
syarat maka diharapkan obat akan memberikan khasiat pada tubuh. Oleh karena
itu, pada percobaan ini dilakukan dengan maksud untuk mengetahui kecepatan
disolusi dari tablet amoksisilin dengan menggunakan alat disolusi dan titrasi
alkalimetri dengan larutan baku NaOH dan penambahan indikator fenolftalein.
I.2 Maksud dan Tujuan
I.2.1 Maksud Percobaan
Maksud dari percobaan
yaitu, untuk mengetahui dan memahami cara penentuan konstanta kecepatan
disolusi dari suatu obat.
I.2.2 Tujuan Percobaan
Tujuan
dari percobaan yaitu, menentukan kecepatan disolusi dari tablet amoksisilin
dengan menggunakan alat disolusi.
I.3 Prinsip percobaan
Prinsip
percobaan ini yaitu didasarkan pada penentuan konstanta kecepatan disolusi dari
tablet amoksisilin berdasarkan kadar amoksisilin yang terdisolusi dalam media
air suling dengan menggunakan alat disolusi dan menentukan kadarnya menggunakan
titrasi alkalimetri menggunakan NaOH 0,05 N baku dan penambahan indikator
fenoftalein pada menit ke 5, 10, 15, 20 dan 30 berdasarkan perubahan warna dari
tak berwarna menjadi merah.
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
II.1 Teori Umum
Disolusi obat adalah suatu proses pelarutan
senyawa aktif dari bentuk sediaan padat ke dalam media pelarut. Pelarut suatu
zat aktif sangat penting artinya bagi ketersediaan suatu obat sangat tergantung
dari kemampuan zat tersebut melarut ke dalam media pelarut sebelum diserap ke
dalam tubuh. Sediaan obat yang harus
diuji disolusinya adalah bentuk padat atau semi padat, seperti kapsul,
tablet atau salep (Ansel, 1985).
Agar suatu obat diabsorbsi, mula-mula obat
tersebut harus larutan dalam cairan pada tempat absorbsi. Sebagai contoh, suatu
obat yang diberikan secara oral dalam bentuk tablet atau kapsul tidak dapat
diabsorbsi sampai partikel-partikel obat larut dalam cairan pada suatu tempat dalam saluran lambung-usus.
Dalam hal dimana kelarutan suatu obat tergantung dari apakah medium asam atau
medium basa, obat tersebut akan dilarutkan berturut-turut dalam lambung dan
dalam usus halus. Proses melarutnya suatu obat disebut disolusi (Ansel, 1985).
Bila suatu tablet atau sediaan obat lainnya
dimasukkan dalam saluran cerna, obat tersebut mulai masuk ke dalam larutan dari
bentuk padatnya. Kalau tablet tersebut tidak dilapisi polimer, matriks padat
juga mengalami disintegrasi menjadi granul-granul, dan granul-granul ini
mengalami pemecahan menjadi partikel-partikel halus. Disintegrasi, deagregasi
dan disolusi bisa berlangsung secara serentak dengan melepasnya suatu obat dari
bentuk dimana obat tersebut diberikan (Martin, 1993).
Kecepatan disolusi adalah suatu ukuran yang menyatakan banyaknya
suatu zat terlarut dalam pelarut tertentu setiap satuan waktu. Persamaan
kecepatan menurut Noyes dan Whitney sebagai berikut (Ansel, 1993):
dM.dt-1 :
Kecepatan disolusi
D :
Koefisien difusi
Cs :
Kelarutan zat padat
C :
Konsentrasi zat dalam larutan pada waktu
h :
Tebal lapisan difusi
Faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan disolusi yaitu (Martin,
1993):
1.
Suhu
Meningginya suhu umumnya memperbesar kelarutan (Cs) suatu
zat yang bersifat endotermik serta memperbesar harga koefisien difusi zat.
Menurut Einstein,koefisien difusi dapat dinyatakan melalui persamaan berikut
(Martin, 1993):
D : koefisien difusi
r : jari-jari molekul
k :
konstanta Boltzman
ή :
viskositas pelarut
T :
suhu
2.
Viskositas
Turunnya viskositas pelarut akan memperbesar kecepatan
disolusi suatu zat sesuai dengan persamaan Einstein. Meningginya suhu juga
menurunkan viskositas dan memperbesar kecepatan disolusi.
3.
pH pelarut
pH pelarut sangat berpengaruh terhadap kelarutan zat-zat
yang bersifat asam atau basa lemah.
Untuk asam lemah:
Jika (H+) kecil atau pH besar maka kelarutan zat akan meningkat.
Dengan demikian, kecepatan disolusi zat juga meningkat.
Untuk
basa lemah:
Jika (H+)
besar atau pH kecil maka kelarutan zat akan meningkat. Dengan demikian,
kecepatan disolusi juga meningkat.
4.
Pengadukan
Kecepatan pengadukan akan mempengaruhi tebal lapisan
difusi (h). jika pengadukan berlangsung cepat, maka tebal lapisan difusi akan
cepat berkurang.
5.
Ukuran Partikel
Jika partikel zat berukuran kecil maka luas permukaan
efektif menjadi besar sehingga kecepatan disolusi meningkat.
6.
Polimorfisme
Kelarutan suatu zat dipengaruhi pula oleh adanya
polimorfisme. Struktur internal zat yang berlainan dapat memberikan tingkat
kelarutan yang berbeda juga. Kristal meta stabil umumnya lebih mudah larut
daripada bentuk stabilnya, sehingga kecepatan disolusinya besar.
7.
Sifat Permukaan Zat
Pada umumnya zat-zat yang digunakan sebagai bahan obat
bersifat hidrofob. Dengan adanya surfaktan di dalam pelarut, tegangan permukaan
antar partikel zat dengan pelarut akan menurun sehingga zat mudah terbasahi dan
kecepatan disolusinya bertambah.
Ada 2 metode penentuan
kecepatan disolusi yaitu (Martin, 1993):
1. Metode Suspensi
Serbuk zat padat ditambahkan ke
dalam pelarut tanpa pengontrolan terhadap luas permukaan partikelnya. Sampel
diambil pada waktu-waktu tertentu dan jumlah zat yang larut ditentukan dengan
cara yang sesuai.
2.
Metode Permukaan Konstan
Zat ditempatkan dalam suatu wadah
yang diketahui luasnya sehingga variable perbedaan luas permukaan efektif dapat
diabaikan. Umumnya zat diubah menjadi tablet terlebih dahulu, kemudian
ditentukan seperti pada metode suspensi.
Prinsip kerja alat disolusi dapat
dilakukan dengan 2 cara yaitu (Dirjen POM, 1995) :
1. Alat terdiri dari sebuah wadah
tertutup yang terbuat dari kaca atau bahan transparan yang inert, suatu batang
logam yang digerakkan oleh motor dan keranjang yang berbentuk silinder dan
dipanaskan dengan tangas air pada suhu
370C.
2. Alat yang digunakan adalah dayung
yang terdiri dari daun dan batang sebagai pengaduk. Batang berada pada posisi
sedemikian sehingga sumbunya tidak lebih dari 2 mm pada setiap titik dari sumbu
vertikel wadah dan berputar dengan halus tanpa goyangan yang berarti.
II.2 Uraian Bahan
II.2.1 Air suling (Dirjen POM, 1979)
Nama resmi : Aqua destillata
Nama lain : Air suling, aquadest
RM/BM :
H2O/18,02
Rumus Struktur :
Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau,
tidak
mempunyai rasa.
Kelarutan : -
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik.
Khasiat :
-
Kegunaan : Medium disolusi
II.2.2 Fenolftalein (Dirjen POM, 1995)
Nama resmi : Phenolftalein
Nama lain :
Fenolftalein
RM/BM : C20H14O4/318,32
Rumus Struktur :
Pemerian : Serbuk
hablur putih, putih atau kekuningan, larut dalam etanol, agak sukar larut dalam
eter.
Kelarutan : Sukar larut dalam air, larut dalam etanol (95%)
P.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik.
Khasiat : -
Kegunaan : Sebagai larutan indikator.
II.2.3 Natrium hidroksida (Dirjen POM,1995)
Nama
resmi : Natrii hydroxydum
Nama lain : Natrium hidroksida
RM/BM : NaOH/40,00
Rumus struktur : Na -
O - H
Pemerian : Bentuk batang, butiran, masa hablur atau
keping, kering, rapuh dan mudah meleleh basah, sangat alkalis dan korosif,
segera menyerap CO2.
Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air
dan etanol (95%).
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik.
Khasiat : -
Kegunaan : Larutan baku
II.2.4 Amoksisilin (Dirjen POM, 1995)
Nama resmi : Amoxicillinum
Nama
lain : Amoksisilin
RM/BM : C16H19N3O5S/419,45
Rumus struktur :
Pemerian : Serbuk hablur,
putih ; praktis tidak berbau
Kelarutan : Sukar larut
dalam air dan methanol ; tidak larut dalam benzena, dalam karbon tetraklorida
dan dalam kloroform
Penyimpanan :
Dalam wadah tertutup rapat, pada suhu kamar terkendali
Khasiat : Sebagai antibiotik
Kegunaan : Sebagai sampel
BAB
III
METODE
KERJA
III.1 Alat dan Bahan
III.1.1 Alat-alat
yang digunakan
1.
Alat disolusi (Vision Elite Hanson)
2.
Buret (Pyrex)
3.
Erlemeyer (Pyrex)
4.
Gelas beker (Pyrex)
5.
Gelas ukur (Pyrex)
6.
Pipet volume (Pyrex)
7.
Termometer
III.1.2
Bahan-bahan yang digunakan
1.
Aqua destilata
2.
NaOH
3.
Indikator Fenolftalein
4.
Tablet amoksisilin
III.2. Cara kerja
1. Disiapkan
alat dan bahan.
2. Diisi
bejana dan alat disolusi dengan 900 ml air suling.
3. Diatur
termostat pada temperatur 370C dan dimasukkan 1 gr amoksisilin lalu
dijalankan motor penggerak dengan kecepatan 100 rpm.
4. Diambil
sebanyak 20 ml air dalam bejana setiap selang waktu 5, 10, 15, 20 dan 30 menit
setelah pengocokan. Setiap selesi pengambilan sampel segera diganti dengan 20
ml air.
5. Ditentukan
kadar amoksisilin yang larut pada masing-masing sampel dengan metode titrasi
asam basa menggunakan NaOH 0,01 N dan fenolftalein. Kemudian dilakukan
percobaan yang sama untuk 400C.
6. Seluruh
hasil yang diperoleh ditulis dalam bentuk tabel.
BAB
IV
HASIL
PENGAMATAN
IV.1 Data Pengamatan
No
|
Waktu
(menit)
|
V1
(mL)
|
V2
(mL
|
1
|
5
|
1,5
|
1,7
|
2
|
10
|
1,7
|
1,5
|
3
|
15
|
1,6
|
1,6
|
4
|
20
|
1,4
|
1,8
|
5
|
30
|
1,5
|
1,7
|
IV.2 Perhitungan
IV.2.1
Persen Kadar
% K1 =
x 100 %
%
K2 =
x 100 %
%
Kadar Rata- Rata =
N
= 0,5 N
Bst
= 52,43
Bs
= 1000 mg
1) t = 5 menit
%
K1 =
X 100 %
=
X 100 %
= 0,0393 X 100 %
= 3,93 %
% K2 =
X 100 %
=
X 100 %
= 0,0445 X
100 %
= 4,45 %
K rata-rata =
= 4,19 %
2) t = 10 menit
% K1 =
x 100 %
=
x 100 %
= 0,0445 x
100 %
= 4,45 %
% K2 =
=
= 0,0393 x 100 %
= 3,93 %
%
K rata-rata =
= 4,19 %
3) t = 15 menit
%
K1 =
x 100 %
=
=
0,0419 x 100 %
=
4,19 %
% K2 =
=
=
0,0419 x 100 %
=
4,19 %
% K rata-rata =
=
4,19 %
4)
t
= 20 menit
% K1 =
100 %
=
=
0, 0367 x 100 %
=
3,67 %
% K2 =
=
=
0,0471 x 100 %
=
4,71 %
% K rata-rata =
=
4,19 %
5)
t
= 30 menit
%
K1 =
=
=
0,0393 X 100 %
=
3,93 %
% K2 =
=
=
0,0445 X 100 %
=
4,45 %
% K rata-rata =
=
4,19 %
IV.2.2
Bobot zat aktif yang Larut
Wn = % K x 900 %
1) t = 5 menit
Wn
=
x
900 mL
= 37,71 mg
2) t = 10 menit
Wn
= 4,19 % x 900 mL
=
= 37,71 mg
3) t = 15 menit
Wn
= 4,19 % x 900 mL
=
= 37,71 mg
4) t = 20 menit
Wn = 4,19 % x 900 mL
=
= 37,71 mg
5) t = 30 menit
Wn = 4,19 % x 900 mL
=
= 37,71 mg
IV.2.3
Persen Kelarutan
% K =
1) t = 5
%
K =
= 3,771 %
2) t = 10
%
K =
= 3,771 %
3) t = 15
% K =
=
3,771 %
4) t = 20
%
K =
= 3,771 %
5) t = 30
%
K =
= 3,771 %
IV.2 Regresi Linear
Waktu
(menit)
|
Wa – Wn
(mg)
|
Log
Wa-Wn
|
5
|
962,29
|
2,98
|
10
|
962,29
|
2,98
|
15
|
962,29
|
2,98
|
20
|
962,29
|
2,98
|
30
|
962,29
|
2,98
|
IV.3 Reaksi –Reaksi
C16H19N3O5S
+ NaOH NaC16H18N3O5S
+ H2O
BAB
V
PEMBAHASAN
Disolusi
didefinisikan sebagai suatu proses melarutnya zat kimia atau senyawa obat dari
sediaan padat ke dalam suatu medium tertentu. Laju disolusi suatu obat adalah
kecepatan perubahan dari bentuk padat menjadi terlarut dalam medianya setiap
waktu tertentu (Mulyono, 2008).
Kecepatan
disolusi atau kelarutan sangat diperlukan untuk membantunya memilih medium
pelarut yang paling baik untuk obat atau kombinasi obat. Pelarutan
suatu zat aktif sangat penting artinya karena ketersediaan suatu obat sangat tergantung
dari kemampuan zat tersebut melarut ke dalam media pelarut sebelum diserap ke
dalam tubuh (Martin, 2008).
Pada
percobaan kali ini menentukan laju disolusi dari amoksisilin, yang dipengaruhi
oleh temperatur. Sebelum melakukan uji disolusi, hal yang pertama dilakukan
yaitu menyediakan dan membersihkan alat menggunakan alkohol 70% untuk membebaskan debu dan mebebaslemakkan
alat yang. Selanjutnya diisi bejana dan
alat disolusi dengan aquadest sebanyak 900 mL, lalu dicampurkan 1 gram
amoksisilin dalam bejana dan diatur temperatur alat disolusi 370C
disesuaikan dengan suhu tubuh normal pada manusia serta dijalankan motor dengan
kecepatan 100 rpm. Hal ini dikarenakan kita akan menguji obat tersebut melarut
dalam tubuh. Kemudian pada menit pertama setelah alat disolusi dijalankan ambil
campuran aquadest dengan amoksisilin sebanyak 20 mL dengan menggunakan pipet
volume dan dimasukkan kedalam labu Erlenmeyer. Dilakukan kembali pengambilan
larutan amoksisilin sebanyk 20 ml pada menit ke-5, 10, 15, 20, dan 30, usahakan
setiap selesai pengambilan larutan diganti dengan 20 mL air.
Setelah
semua sampel dari masing-masing waktu telah ada, maka selanjutnya ditentukan
kadar masing-masing sampel dengan menggunakan metode titrasi alkalimetri,
karena sampel yang akan ditentukan kadarnya adalah amoksisilin yang bersifat
asam maka untuk menentukan kadarnya harus dinetralisasi dengan menggunakan
larutan bersifat basa NaOH 0,01 N dan ditambahkan indikator fenolftalein untuk
menentukan titik akhir titrasi dengan adanya perubahan warna dari tidak
berwarna menjadi warna merah. (Alfian,
2008).
. Berdasarkan hasil perhitungan persen kadar diperoleh pada menit
ke 5, 10, 15, 20 dan 30 masing-masing adalah 4,19 %; 4,19 %; 4,19 % ; 4,71 %; dan
4,45 %.
BAB
VI
PENUTUP
VI.I Kesimpulan
Berdasarkan hasil percobaan tersebut dapat disimpulkan bahwa %
kadar yang di peroleh pada menit ke 5, 10, 15, 20 dan 30 masing-masing adalah 4,19
%; 4,19 %; 4,19 %; 4,71 %; dan 4,45 %.
VI.I Saran
Diharapkan
kepada praktikan mampu memahami dan menguasai materi praktikum sebelum
melakukan praktikum. Serta dapat berhati-hati dalam menggunakan alat yang
digunakan pada saat praktikum sehingga tidak menimbulkan hal-hal yang tidak
diinginkan.
dapus mana coeg
ReplyDelete