BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Farmasi fisika merupakan salah satu mata kuliah wajib dalam farmasi. Farmasi fisika merupakan ilmu yang mempelajari tentang ilmu fisika yang diaplikasikan ke dalam ilmu farmasi. Salah satu subjek yang dipelajari dalam farmasi fisika yaitu kompleksasi obat dalam tubuh. Kompleksasi obat adalah suatu metode yang digunakan untuk menetapkan kelarutan suatu senyawa dengan penambahan zat pengompleks. Sedangkan senyawa pengompleks yaitu senyawa yang terbentuk karena penggabungan dua atau lebih senyawa sederhana, yang masing-masingnya dapat berdiri sendiri (Martin,1993).
Banyak bahan obat yang mempunyai kelarutan dalam air yang rendah atau dinyatakan praktis tidak larut, umumnya mudah larut dalam cairan organik. Senyawa-senyawa yang tidak larut seringkali menunjukkan absorbsi yang tidak sempurna atau tidak menentu. Ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk meningkatkan kelarutan suatu bahan obat, antara lain : pembentukan kompleks, penambahan kosolven, penambahan surfaktan, manipulasi keadaan padat, dan pembentukan prodrug. Propilen glikol atau propana-1,2-diol adalah salah satu jenis pelarut atau kosolven yang dapat digunakan untuk meningkatkan kelarutan suatu obat dalam formulasi sediaan cair, semi padat dan sediaan transdermal. Dengan penambahan kosolven dapat meningkatkan permeabilitas suatu obat untuk melewati membran (Linda, 2009).
Proses absorbsi merupakan dasar yang penting dalam menentukan aktivitas farmakologis obat. Kegagalan atau kehilangan obat selama proses absorbsi akan mempengaruhi efek obat atau menyebabkan kegagalan pengobatan. Kelarutan obat dalam lemak merupakan salah satu sifat fisik yang memengaruhi absorpsi obat ke membran biologis. Makin besar kelarutannya dalam lemak, maka makin tinggi pula derajat absorbsi obat ke membran biologis (Siswandono, 1995).
Maksud dan Tujuan
1.2.1 Maksud percobaan
Mengetahui dan memahami cara penetapan kelarutan suatu zat dengan penambahan zat pengompleks
Tujuan percobaan
Menetapkan kelarutan kofein dalam larutan dengan penambahan sulfonamide menggunakan metode spektrofotometer
Prinsip percobaan
Penetapan kelarutan koffein dalam larutan dengan adanya penambahan sulfonamide dengan konsentrasi yang berbeda-beda didasarkan pada kompleks yang terjadi antara kofein dengan sulfonamide yang diukur dengan menggunakan spektrofotometer UV
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Teori Umum
Pada pembentukan ion kompleks, ligan dikatakan mengkoordinasi logam sebagai atom pusat. Ikatan yang terbentuk antara atom pusat dan ligan adalah ikatan kovalen koordinasi. Penulisan rumus kimia untuk ikatan koordinasi dalam senyawa kompleks digunakan tanda kurung siku. Jadi, dalam rumus [Cu(NH3)4]SO4 terdiri atas kation [Cu(NH3)4]2+dan anion SO42–, dengan kation merupakan ion kompleks. Senyawa yang terbentuk dari ion kompleks dinamakan senya a kompleks atau koordinasi. Ion kompleks memiliki sifat berbeda dengan atom pusat atau ligan pembentuknya. (Mirawati, 2011)
Kompleks yang terbentuk dari suatu reaksi ion logam, yaitu kation dengan suatu anion atau molekul netral. Ion logam didalam kompleks disebut atom pusat dan kelompok yang terikat pada atom pusat disebut ligan. Jumlah ikatan terbentuk oleh atom logam pusat disebut bilangan koordinasi dari logam.(Kotton, 2009)
Reaksi membentuk kompleks dapat dianggap sebagai asam-basa lewis dengan ligan bekerja sebagai basa dengan memberikan sepasang electron. Kepada kation yang merupakan suatu asam. Ikatan yang terbentuk antara atom logam pusat dan ligan sering kovalen, tetapi dalam bebeapa keadaan interaksi dapat merupakan gaya penarik coulomb. .(Kotton, 2009)
Ion logam atau atom dalam senyawa kompleks dinamakan ion logam pusat atau atom pusat, gugus yang diikat dinamakan ligan. Ligan dapat berupa ion atau molekul netral. Dalam ligan, atom yang menempel langsung pada logam melalui ikatan kovalen koordinasi dinamakan atom donor. Spesi koordinasi biasanya kumpulan atom dalam kurung persegi di dalam rumus meliputi ion logam pusat plus ligan yang terikat.Bilangan koordinasi logam pusat adalah jumlah pasangan elektron yang diterima atom pusat.(Rivai H, 1995)
Kompleks atau senyawa koordinasi, diakibatkan oleh mekanisme donor-akseptor atau reaksi asam-basa Lewis antara dua atau lebih konstituen kimia yang berbeda. Setiap atom atau ion nonlogam apakah bebas atau berada dalam molekul netral atau dalam senyawa ionik, yang dapat menyumbangkan satu pasang elektron, dapat bertindak sebagai donor. Akseptor, atau konstituen yang ambil bagian dalam pasangan elektron, seringkali berupa ion logam, walaupun dapat juga berupa atom netral.(Martin A, 1990)
Kompleks dapat dibagi dalam dua kelompok bargantung pada apakah komponen akseptor adalah ion logam atau molekul organik. Gaya antar molekul yang terlibat dalam pembentukan kompleks adalah gaya van der waals dari dirspersi, dipolar dan tipe dipolar induksi. (Martin A, 1990)
Senyawa kompleks atau senyawa koordinasi telah berkembang pesat karena senyawa ini memegang peranan penting dalam kehidupan manusia terutama karena aplikasinya dalam berbagai bidang seperti dalam bidang kesehatan, farmasi, industri dan lingkungan. Senyawa kompleks dalam industri sangat dibutuhkan terutama dalam katalis. Dalam industri petrokimia kebutuhan katalis semakin meningkat karena setiap produk petrokimia diubah menjadi senyawa kimia lainnya selalu dibutuhkan katalis, misalnya pada reaksi hidrogenasi, karbonilasi, hidroformilasi (Gates,B.1992). Kompleks logam transisi dapat mengkatalis berbagai reaksi kimia seperti kompleks yang telah lama dipakai sebagi katalis untuk oksidasi stirena yaitu dalam pembentukan senyawa olefin. Dalam bidang kesehatan dan farmasi senyawa kompleks sangat penting juga dalam berupa obat – obatan seperti vitamin B12 yang merupakan senyawa kompleks antara kobalt dengan porfirin, hemoglobin yang berfungsi untuk mengangkut oksigen (Sukardjo, 1999).
Ion oksalat merupakan ligan yang istimewa karena mampu membentuk senyawa kompleks dengan berbagai ion logam transisi menghasilkan senyawa dengan sifat dan karakter yang bervariasi. Ion oksalat memiliki empat atom donor namun hanya dua atom yang menjadikannya sebagai ligan bidentat yang berikatan dengan ion logam membentuk senyawa kompleks mono, bis dan tris oksalat. Ion oksalat juga dapat berfungsi sebagai ligan jembatan yang menghubungkan lebih dari satu inti ion logam transisi, baik ion logam yang sejenis maupun berbeda jenis sehingga membentuk kompleks polimer berdimensi satu, dua, bahkan tiga.(Kiki, K, A. 2006)
Senyawa kompleks oksalat dengan satu ion pusat disebut senyawa kompleks mononuklir oksalat dan senyawa kompleks dengan dua ion pusat, baik sama maupun berbeda, disebut senyawa kompleks binuklir oksalat. Senyawa kompleks mononuklir oksalat dengan ion Cr 3+ sebagai ion pusatnya menunjukkan sifatthermochromic, yaitu perubahan warna yang disebabkan oleh suhu dan gugus optis aktif enyawa kompleks binuklir oksalat memiliki struktur bervariasi yang terdiri dari jaringan ionion logam bi- dan tri-valensi berkoordinasi dengan oksalat sebagai ligan jembatan membentuk lapisan-lapisan berdimensi satu sampai tiga. (Kiki, K, A. 2006)
II.2 Uraian Bahan
Air suling (Dirjen POM, 1995).
Nama resmi : Aqua Destillata
Nama lain : Air suling, Aquadest
Rumus molekul : H2O
Berat molekul : 18,02
Rumus struktur :
Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau dan tidak mempunyai rasa.
Kelarutan : -
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik.
Khasiat : -
Kegunaan : Sebagai pelarut.
Alkohol (Dirjen POM, 1995).
Nama resmi : Aethanolum
Nama lain : Etanol, alkohol
Rumus molekul : C2H6O
Berat molekul : 46,07
Rumus struktur :
Pemerian : Cairan tak berwarna, jernih, mudah menguap dan mudah bergerak, bau khas, rasa panas. Mudah terbakar dengan memberikan nyala biru yang tidak berasap.
Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air, dalam kloroform dan dalam eter.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat, terlindung dari cahaya, di tempat sejuk, jauh dari nyala api.
Khasiat : Sebagai antiseptik
Kegunaan : Sebagai larutan yang digunakan untuk mensterilkan alat
3. Kafein (Dirjen POM, 1979)
Nama Resmi : Coffeinum
Sinonim : Kafein; 1,3,7-trimetil xantin
RM/BM : C8H10N4O2/194,19
Rumus Bangun :
Pemerian : Serbuk atau hablur bentuk jarum, mengkilap biasanya menggumpal, putih, tidak berbau rasa pahit.
Kelarutan : Agak sukar larut dalam air dan dalam etanol (95%) P, mudah larut dalam kloroform dan sukar larut dalam eter.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
Kegunaan : Sebagai sampel
Panjang Gelombang : 274 nm
4. Sulfanilamid (Dirjen POM, 1979)
Nama Resmi : Sulfanilamidum
Sinonim : Sulfanilamid; p-aminobenzosulfonamid
RM/BM : C6H8N2O2S / 172,21
Rumus Bangun :
H2N SO2NH2
Pemerian : Hablur, serbuk hablur atau butiran putih tidak berbau, rasa pahit kemudian manis.
Kelarutan : Larut dalam 200 bagian air, sangat mudah larut dalam air mendidih, agak sukar larut dalam etanol, sangat sukar larut dalam kloroform, eter dan benzene P.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat, terlindung dari cahaya.
Kegunaan : Sebagai pengompleks
BAB III
METODE KERJA
III.1 Alat dan bahan
III.1.1 Alat-alat
Alat yang digunakan adalah:
Batang pengaduk
Beker gelas (Pyrex)
Botol semprot
Labu ukur 50 mL dan 100 mL (Pyrex)
Pipet volume 1.0 mL, 5.0 mL, dan 10.0 mL
Sendok tanduk
Spektrofotometer UV
Tabung reaksi
Timbangan (A&D Company United)
III.1.2 Bahan – Bahan
Bahan yang digunakan adalah:
Aquades
Kertas saring
Kertas timbang
Koffein
Sulfanilamida
Tissue
III.2 Cara Kerja
III.2.1 Larutan standar
Disiapkan alat dan bahan
Dibersihkan alat menggunakan alkohol 70%
Kofein dilarutkan dengan aquades dalam labu ukur 100 mL, dan dicukupkan volumenya hingga 100 mL
Dipipet 1 mL larutan dengan dengan pipet volume 1.0 mL, dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL dan dicukupkan volumenya hingga 100 mL.
Dipipet 1 mL larutan dengan dengan pipet volume, dimasukkan ke dalam labu ukur 50.0 mL dan dicukupkan volumenya hingga 50 mL
Dipipet lagi 10 mL larutan dengan pipet volume kemudian dimasukkan kedalam tabung reaksi
Larutan tersebut kemudian diukur serapannya pada spektrofotometer dengan panjang gelombang yang sesuai.
III.2.2 Larutan Sampel
Disiapkan alat dan bahan
Ditimbang 2.5 g kofein
Dibuat larutan, dimana 2.5 g kofein dilarutkan dengan air suling dalam labu ukur 100 mL dan dicukupkan volumenya
Dipipet 5 mL larutan dengan pipet volume 5.0 mL, dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL dan dicukupkan volumenya hingga 100 mL
Dipipet 10 mL larutan dengan pipet volume 10.0 mL, dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL lalu dicukupkan volumenya dengan air suling hingga 100 mL.
Dipipet lagi 10 mL larutan dengan pipet volume lalu dimasukkan ke dalam tabung reaksi
Dibuat larutan dengan cara yang sama menggunakan kofein 2.5 g dengan penambahan sulfanilamida sebanyak 0.5 g, 1.0 g, 1.5 g, dan 2.0 g
Larutan sampel tersebut kemudian diukur serapannya pada spektrofotometer dengan panjang gelombang yang sesuai.
III.2.3 Larutan Blanko
1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan
2. Dibuat larutan dnilamid dengan melarutkan 0,5 g sulfanilamid dengan air suling dalam labu ukur 100 mL dan dicukupkan volumenya hingga 100 mL
3. Dipipet 5 mL larutan dengan pipet volum lalu dimasukkan kedalam labu ukur 100 mL dan dicukupkan volumenya hingga 100 mL
4. Dipipet 10 mL larutan tersebut dengan pipet volum lalu dicukupkan volumenya dengan air suling dalam labu ukur 100 mL
5. Dipipet 10 mL larutan tersebut lalu dimasukkan kedalam tabung reaksi
6. Dibuat larutan dengan cara yang sama untuk sulfanilamid 1,0 g, 1,5 g, dan 2,0 g
7. Semua larutan yang telah dibuat tersebut diukur serapannya pada spektrofotometer UV dengan panjang gelombang yang sesuai.
BAB IV
HASIL PENGAMATAN
IV.1 Data Pengamatan
IV.1 Tabel
Larutan Sampel
No Sampel Absorban
1 Kofein 0.4377
2 Kofein + Sulfanilamida 0.5 g 1.1151
3 Kofein + Sulfanilamida 1 g 1.1408
4 Kofein + Sulfanilamida 1.5 g 1.2273
Larutan Blangko
No Blangko Absorban
1 Air 0.2495
2 Sulfanilamida 0.5 g 1.2133
3 Sulfanilamida 1 g 1.2885
4 Sulfanilamida 1.5 g 1.344
IV.2 Perhitungan
Koffein
2.5 g 100 mL (25000 ppm)
1 mL 100 mL (250 ppm)
1 mL 50 mL air (5 ppm)
fp = 2500/500000=0,005
Konsentrasi sampel
Cx = Ax/As x Cs x fp
= 1.1151/0.4377 x 5 x 0.005
= 2.571 x 5 x 0.005
= 0.064 mg/L
Cx = Ax/As x Cs x fp
= 1.1408/0.4377 x 5 x 0.005
= 2.606 x 5 x 0.005
= 0.065 mg/L
Cx = Ax/As x Cs x fp
= 1.2273/0.4377 x 5 x 0.005
= 2.804 x 5 x 0.005
= 0.070 mg/L
IV.3 Reaksi Kimia
BAB V
PEMBAHASAN
Dalam menetapkan kelarutan suatu zat dengan penambahan zat pengompleks, kita menggunakan metode kompleksasi obat Dalam metode kompleksasi obat kita harus membuat 3 larutan yaitu larutan standar, larutan sampel dan larutan blangko. Dan dalam menggunakan metode ini kita harus membuat pengenceran bertingkat, karena jika kita tidak menggunakan pengenceran bertingkat sampel tidak akan terbaca pada spektofotometri.
Dan dalam praktikum ini, akan ditentukan kelarutan kofein dalam larutan dengan adanya penambahan sulfanilamide menggunakan metode spektofotometer UV-Vis adalah dimana sinar/cahaya dilewatkan melewati sebuah wadah (kuvet) yang berisi larutan, dimana akan menghasilkan spektrum atau gelombang. Alat ini menggunakan hokum lambert beer sebagai acuan (Martin,A.1983).
Hal pertama yang dilakukan adalah membuat larutan standar atau larutan baku pembanding yaitu koffein murni dimana terlebih dahulu menyiapkan alat dan bahan. Dalam hal ini kita membuat larutan standar dijadikan sebagai pembanding yaitu kafein murni. Kemudian diukur serapan dari larutan kefein tersebut menggunakan spektofotometer dengan panjang gelombang yang telah diatur, yaitu 290 nm. Dari hasil pengukuran tersebut kami mendapatkan absorban larutan kafein 0,4377. konsentrasi yang didapat dari pengenceran bertingkat yaitu 5 ppm.
Setelah membuat larutan standar kita membuat larutan sampel, dalam membuat larutan sampel kita menyiapkan alat dan bahan, lalu menimbang kofein sebanyak 2,5 g, lalu kofein dilarutkan dengan air suling pada labu ukur dan dicukupkan airnya hingga mencapai batas 100 mL pada labu ukur. Selanjutnya dipipet larutan tersebut sebanyak 5 mL, dan dimasukkan kedalam abu ukur kedua dan dicukupkan air suling hingga volumenya mencapai 100 mL, lalu dipipet lagi larutan pada labu ukur kedua sebanyak 10 mL dan masukkan kedalam labu ukur ketiga dicukupkan air suling hingga mencapai 100 mL. Terakhir larutan pada labu ukur ketiga dipipet sebanyak 10 mL dan dimasukkan kedalam tabung reaksi. Dibuat larutan menggunakan cara yang sama menggunakan kofein 2,5 g dengan penambahan sulfanilamida sebanyak 0,5 g, 1,0 g, dan 1,5g. Kemudian larutan sampel tersebut diukur serapannya pada spektofotometri. Berdasarkan hasil perhitungan konsentrasi yang diperoleh secara berturut-turut adalah 0,064 mg/L, 0,065 mg/L, dan 0,070 mg/L.
BAB VI
PENUTUP
VI.1 Kesimpulan
Dari percobaan ini saya dapat menyimpulkan kelarutan kofein pada sulfonamida 0,5 g yaitu 1,1151, pda sulfonamida 1,0 g yaitu 1,1408, dan pada silfonamida 1,5 g yaitu 1,2273.
VI.2 Saran
Saran saya pada praktikum farmasi fisika sudah bagus tinggal ditingkatkan lagi pada pengadaan bahan.
LAMPIRAN
Penentuan Kelarutan
Penentuan Koefisien Distribusi
Wednesday, October 23, 2013
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Thanks blognya bermanfaat ka. Kak DAPUSnya tidak ada ya?
ReplyDeletesama-sama don. nnti dtgu aja updatetannya. hehehe
Delete