Blogroll

Wednesday, October 23, 2013

LAPORAN KOMPLEKSASI OBAT

BAB I
PENDAHULUAN
    Latar Belakang
Farmasi fisika merupakan salah satu mata kuliah wajib dalam farmasi. Farmasi fisika merupakan ilmu yang mempelajari tentang ilmu fisika yang diaplikasikan ke dalam ilmu farmasi. Salah satu subjek yang dipelajari dalam farmasi fisika yaitu kompleksasi obat dalam tubuh. Kompleksasi obat adalah suatu metode yang digunakan untuk menetapkan kelarutan suatu senyawa dengan penambahan zat pengompleks. Sedangkan senyawa pengompleks yaitu senyawa yang terbentuk karena penggabungan dua atau lebih senyawa sederhana, yang masing-masingnya dapat berdiri sendiri (Martin,1993).

Banyak bahan obat yang mempunyai kelarutan dalam air yang rendah atau dinyatakan praktis tidak larut, umumnya mudah larut dalam cairan organik. Senyawa-senyawa yang tidak larut seringkali menunjukkan absorbsi yang tidak sempurna atau tidak menentu. Ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk meningkatkan kelarutan suatu bahan obat, antara lain : pembentukan kompleks, penambahan kosolven, penambahan surfaktan, manipulasi keadaan padat, dan pembentukan prodrug. Propilen glikol atau propana-1,2-diol adalah salah satu jenis pelarut atau kosolven yang dapat digunakan untuk meningkatkan kelarutan suatu obat dalam formulasi sediaan cair, semi padat dan sediaan transdermal. Dengan penambahan kosolven dapat meningkatkan permeabilitas suatu obat untuk melewati membran (Linda, 2009).
Proses absorbsi merupakan dasar yang penting dalam menentukan aktivitas farmakologis obat. Kegagalan atau kehilangan obat selama proses absorbsi akan mempengaruhi efek obat atau menyebabkan kegagalan pengobatan. Kelarutan obat dalam lemak merupakan salah satu sifat fisik yang memengaruhi absorpsi obat ke membran biologis. Makin besar kelarutannya dalam lemak, maka makin tinggi pula derajat absorbsi obat ke membran biologis (Siswandono, 1995).
    Maksud dan Tujuan
1.2.1    Maksud percobaan
Mengetahui dan memahami cara penetapan kelarutan suatu zat dengan penambahan zat pengompleks
    Tujuan percobaan
Menetapkan kelarutan kofein dalam larutan dengan penambahan sulfonamide menggunakan metode spektrofotometer
    Prinsip percobaan
Penetapan kelarutan koffein dalam larutan dengan adanya penambahan sulfonamide dengan konsentrasi yang berbeda-beda didasarkan pada kompleks yang terjadi antara kofein dengan sulfonamide yang diukur dengan menggunakan spektrofotometer UV






BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1     Teori  Umum
            Pada pembentukan ion kompleks, ligan dikatakan mengkoordinasi logam sebagai atom pusat. Ikatan yang terbentuk antara atom pusat dan ligan adalah ikatan kovalen koordinasi. Penulisan rumus kimia untuk ikatan koordinasi dalam senyawa kompleks digunakan tanda kurung siku. Jadi, dalam rumus [Cu(NH3)4]SO4 terdiri atas kation [Cu(NH3)4]2+dan anion SO42–, dengan kation merupakan ion kompleks. Senyawa yang terbentuk dari ion kompleks dinamakan senya a kompleks atau koordinasi. Ion kompleks memiliki sifat berbeda dengan atom pusat atau ligan pembentuknya.    (Mirawati, 2011)   
                Kompleks yang terbentuk dari suatu reaksi ion logam, yaitu kation dengan suatu anion atau molekul netral. Ion logam didalam kompleks disebut atom pusat dan kelompok yang terikat pada atom pusat disebut ligan. Jumlah ikatan terbentuk oleh atom logam pusat disebut bilangan koordinasi dari logam.(Kotton, 2009)
            Reaksi membentuk kompleks dapat dianggap sebagai asam-basa lewis dengan ligan bekerja sebagai basa dengan memberikan sepasang electron. Kepada kation yang merupakan suatu asam. Ikatan yang terbentuk antara atom logam pusat dan ligan sering kovalen, tetapi dalam bebeapa keadaan interaksi dapat merupakan gaya penarik coulomb. .(Kotton, 2009)
                Ion logam atau atom dalam senyawa kompleks dinamakan ion logam pusat atau atom pusat, gugus yang diikat dinamakan ligan. Ligan dapat berupa ion atau molekul netral. Dalam ligan, atom yang menempel langsung pada logam melalui ikatan kovalen koordinasi dinamakan atom donor. Spesi koordinasi biasanya kumpulan atom dalam kurung persegi di dalam rumus meliputi ion logam pusat plus ligan yang terikat.Bilangan koordinasi logam pusat adalah jumlah pasangan elektron yang diterima atom pusat.(Rivai H, 1995)
Kompleks atau senyawa koordinasi, diakibatkan oleh mekanisme donor-akseptor atau reaksi asam-basa Lewis antara dua atau lebih konstituen kimia yang berbeda. Setiap atom atau ion nonlogam apakah bebas atau berada dalam molekul netral atau dalam senyawa ionik, yang dapat menyumbangkan satu pasang elektron, dapat bertindak sebagai donor. Akseptor, atau konstituen yang ambil bagian dalam pasangan elektron, seringkali berupa ion logam, walaupun dapat juga berupa atom netral.(Martin A, 1990)
Kompleks dapat dibagi dalam dua kelompok bargantung pada apakah komponen akseptor adalah ion logam atau molekul organik. Gaya antar molekul yang terlibat dalam pembentukan kompleks adalah gaya van der waals dari dirspersi, dipolar dan tipe dipolar induksi. (Martin A, 1990)
Senyawa kompleks atau senyawa koordinasi telah berkembang pesat karena senyawa ini memegang peranan penting dalam kehidupan manusia terutama karena  aplikasinya dalam berbagai bidang seperti dalam bidang kesehatan, farmasi, industri dan lingkungan. Senyawa kompleks dalam industri sangat dibutuhkan terutama dalam katalis. Dalam industri petrokimia kebutuhan katalis semakin meningkat karena setiap produk petrokimia diubah menjadi senyawa kimia lainnya selalu dibutuhkan katalis, misalnya pada reaksi hidrogenasi, karbonilasi, hidroformilasi (Gates,B.1992). Kompleks logam transisi dapat mengkatalis berbagai reaksi kimia seperti kompleks yang telah lama dipakai sebagi katalis untuk oksidasi stirena yaitu dalam pembentukan senyawa olefin. Dalam bidang kesehatan dan farmasi senyawa kompleks sangat penting juga dalam berupa obat – obatan seperti vitamin B12 yang merupakan senyawa kompleks antara kobalt dengan porfirin, hemoglobin yang berfungsi untuk mengangkut oksigen (Sukardjo, 1999).
Ion  oksalat  merupakan  ligan  yang  istimewa karena  mampu  membentuk  senyawa  kompleks dengan  berbagai  ion  logam  transisi  menghasilkan senyawa dengan sifat dan karakter yang bervariasi. Ion  oksalat  memiliki  empat  atom  donor  namun hanya dua atom yang menjadikannya sebagai ligan bidentat  yang  berikatan  dengan  ion  logam membentuk senyawa kompleks mono, bis dan tris oksalat.  Ion  oksalat  juga  dapat  berfungsi sebagai ligan  jembatan  yang  menghubungkan  lebih  dari satu  inti  ion  logam  transisi,  baik  ion  logam  yang sejenis maupun berbeda jenis sehingga membentuk kompleks  polimer  berdimensi  satu,  dua,  bahkan tiga.(Kiki, K, A. 2006)
Senyawa kompleks oksalat dengan satu ion pusat  disebut  senyawa  kompleks  mononuklir oksalat  dan  senyawa  kompleks  dengan  dua  ion pusat, baik sama maupun berbeda, disebut senyawa kompleks  binuklir  oksalat. Senyawa kompleks mononuklir oksalat dengan ion  Cr 3+ sebagai  ion  pusatnya  menunjukkan  sifatthermochromic,  yaitu  perubahan  warna  yang disebabkan  oleh  suhu  dan  gugus  optis  aktif enyawa  kompleks  binuklir  oksalat  memiliki struktur  bervariasi  yang  terdiri  dari  jaringan  ionion logam bi- dan tri-valensi berkoordinasi dengan oksalat  sebagai  ligan  jembatan  membentuk lapisan-lapisan  berdimensi  satu  sampai  tiga. (Kiki, K, A. 2006)
II.2    Uraian Bahan
    Air suling (Dirjen POM, 1995).
    Nama resmi    :    Aqua Destillata
    Nama lain     :    Air suling, Aquadest
    Rumus molekul    :    H2O
    Berat molekul    :    18,02
    Rumus struktur    :             
   
    Pemerian     :    Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau dan  tidak mempunyai rasa.
    Kelarutan     :  -
    Penyimpanan    :    Dalam wadah tertutup baik.
    Khasiat     :  -
    Kegunaan    :    Sebagai pelarut.
    Alkohol (Dirjen POM, 1995).
    Nama resmi    :    Aethanolum
    Nama lain    :    Etanol, alkohol
    Rumus molekul    :    C2H6O
    Berat molekul    :    46,07
    Rumus struktur    :


   
    Pemerian    :    Cairan tak berwarna, jernih, mudah menguap dan mudah bergerak, bau khas, rasa panas. Mudah terbakar dengan memberikan nyala biru yang tidak berasap.
    Kelarutan    :    Sangat mudah larut dalam air, dalam kloroform dan  dalam eter.
    Penyimpanan    :    Dalam wadah tertutup rapat, terlindung dari cahaya, di tempat sejuk, jauh dari nyala api.
    Khasiat    :  Sebagai antiseptik
Kegunaan     :  Sebagai larutan yang digunakan untuk         mensterilkan alat

3. Kafein (Dirjen POM, 1979)
Nama Resmi    : Coffeinum
Sinonim    :    Kafein; 1,3,7-trimetil xantin
RM/BM    :    C8H10N4O2/194,19
Rumus Bangun    :   


   

                    
Pemerian    : Serbuk atau hablur bentuk jarum, mengkilap biasanya menggumpal, putih, tidak berbau rasa pahit.
Kelarutan    : Agak sukar larut dalam air dan dalam etanol (95%) P, mudah larut dalam kloroform dan sukar larut dalam eter.
Penyimpanan    : Dalam wadah tertutup rapat
Kegunaan    : Sebagai sampel
Panjang Gelombang    : 274 nm

4. Sulfanilamid (Dirjen POM, 1979)
Nama Resmi    : Sulfanilamidum
Sinonim    : Sulfanilamid; p-aminobenzosulfonamid
RM/BM    : C6H8N2O2S / 172,21
Rumus Bangun    :
      H2N                       SO2NH2

Pemerian    :    Hablur, serbuk hablur atau butiran putih tidak berbau, rasa pahit kemudian manis.
Kelarutan    : Larut dalam 200 bagian air, sangat mudah larut dalam air mendidih, agak sukar larut dalam etanol, sangat sukar larut dalam kloroform, eter dan benzene P.
Penyimpanan    : Dalam wadah tertutup rapat, terlindung dari cahaya.
Kegunaan    : Sebagai pengompleks









BAB III
METODE KERJA
III.1    Alat dan bahan
III.1.1 Alat-alat
Alat yang digunakan adalah:
    Batang pengaduk
    Beker gelas (Pyrex)
    Botol semprot
    Labu ukur 50 mL dan 100 mL (Pyrex)
    Pipet volume 1.0 mL, 5.0 mL, dan 10.0 mL
    Sendok tanduk
    Spektrofotometer UV
    Tabung reaksi
    Timbangan (A&D Company United)   
III.1.2 Bahan – Bahan
Bahan yang digunakan adalah:
    Aquades
    Kertas saring
    Kertas timbang
    Koffein
    Sulfanilamida
    Tissue
III.2   Cara Kerja
III.2.1 Larutan standar
    Disiapkan alat dan bahan
    Dibersihkan alat menggunakan alkohol 70%
    Kofein dilarutkan dengan aquades dalam labu ukur 100 mL, dan dicukupkan volumenya hingga 100 mL
    Dipipet 1 mL larutan dengan dengan pipet volume 1.0 mL, dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL dan dicukupkan volumenya hingga 100 mL.
    Dipipet 1 mL larutan dengan dengan pipet volume, dimasukkan ke dalam labu ukur 50.0 mL dan dicukupkan volumenya hingga 50 mL
    Dipipet lagi 10 mL larutan dengan pipet volume kemudian dimasukkan kedalam tabung reaksi
    Larutan tersebut kemudian diukur serapannya pada spektrofotometer dengan panjang gelombang yang sesuai.
III.2.2 Larutan Sampel
    Disiapkan alat dan bahan
    Ditimbang 2.5 g kofein
    Dibuat larutan, dimana 2.5 g kofein dilarutkan dengan air suling dalam labu ukur 100 mL dan dicukupkan volumenya
    Dipipet 5 mL larutan dengan pipet volume 5.0 mL, dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL dan dicukupkan volumenya hingga 100 mL
    Dipipet 10 mL larutan dengan pipet volume 10.0 mL, dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL lalu dicukupkan volumenya dengan air suling hingga 100 mL.
    Dipipet lagi 10 mL larutan dengan pipet volume lalu dimasukkan ke dalam tabung reaksi
    Dibuat larutan dengan cara yang sama menggunakan kofein 2.5 g dengan penambahan sulfanilamida sebanyak 0.5 g, 1.0 g, 1.5 g, dan 2.0 g
    Larutan sampel tersebut kemudian diukur serapannya pada spektrofotometer dengan panjang gelombang yang sesuai.
III.2.3 Larutan Blanko
    1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan
2. Dibuat larutan dnilamid dengan melarutkan 0,5 g sulfanilamid dengan air suling dalam labu ukur 100 mL dan dicukupkan volumenya hingga 100 mL
3. Dipipet 5 mL larutan dengan pipet volum lalu dimasukkan kedalam labu ukur 100 mL dan dicukupkan volumenya hingga 100 mL
4. Dipipet 10 mL larutan tersebut dengan pipet volum lalu dicukupkan volumenya dengan air suling dalam labu ukur 100 mL
5. Dipipet 10 mL larutan tersebut lalu dimasukkan kedalam tabung reaksi
6. Dibuat larutan dengan cara yang sama untuk sulfanilamid 1,0 g, 1,5 g, dan 2,0 g
7. Semua larutan yang telah dibuat tersebut diukur serapannya pada spektrofotometer UV dengan panjang gelombang yang sesuai.












BAB IV
HASIL PENGAMATAN
IV.1       Data Pengamatan
IV.1 Tabel
    Larutan Sampel
No    Sampel    Absorban
1    Kofein    0.4377
2    Kofein + Sulfanilamida 0.5 g    1.1151
3    Kofein + Sulfanilamida 1 g    1.1408
4    Kofein + Sulfanilamida 1.5 g    1.2273






    Larutan Blangko
No    Blangko    Absorban
1    Air    0.2495
2    Sulfanilamida 0.5 g    1.2133
3    Sulfanilamida 1 g    1.2885
4    Sulfanilamida 1.5 g    1.344





IV.2 Perhitungan
         Koffein
2.5 g              100 mL (25000 ppm)
       
            1 mL            100 mL (250 ppm)

                       1 mL             50 mL air (5 ppm)

fp = 2500/500000=0,005
Konsentrasi sampel
    Cx    = Ax/As x Cs x fp
= 1.1151/0.4377 x 5 x 0.005
= 2.571 x 5 x 0.005
= 0.064 mg/L
    Cx    = Ax/As x Cs x fp
= 1.1408/0.4377 x 5 x 0.005
= 2.606 x 5 x 0.005
= 0.065 mg/L
    Cx    = Ax/As x Cs x fp
= 1.2273/0.4377 x 5 x 0.005
= 2.804 x 5 x 0.005
= 0.070 mg/L
IV.3       Reaksi Kimia





BAB V
PEMBAHASAN
    Dalam menetapkan kelarutan suatu zat dengan penambahan zat pengompleks, kita menggunakan metode kompleksasi obat Dalam metode kompleksasi obat kita harus membuat 3 larutan yaitu larutan standar, larutan sampel dan larutan blangko. Dan dalam menggunakan metode ini kita harus membuat pengenceran bertingkat, karena jika kita tidak menggunakan pengenceran bertingkat sampel tidak akan terbaca pada spektofotometri.
    Dan dalam praktikum ini, akan ditentukan kelarutan kofein dalam larutan dengan adanya penambahan sulfanilamide menggunakan metode spektofotometer UV-Vis adalah dimana sinar/cahaya dilewatkan melewati sebuah wadah (kuvet) yang berisi larutan, dimana akan menghasilkan spektrum atau gelombang. Alat ini menggunakan hokum lambert beer sebagai acuan (Martin,A.1983).
    Hal pertama yang dilakukan adalah membuat larutan standar atau larutan baku pembanding yaitu koffein murni dimana terlebih dahulu menyiapkan alat dan bahan. Dalam hal ini kita membuat larutan standar dijadikan sebagai pembanding yaitu kafein murni. Kemudian diukur serapan dari larutan kefein tersebut menggunakan spektofotometer dengan panjang gelombang yang telah diatur, yaitu 290 nm. Dari hasil pengukuran tersebut kami mendapatkan absorban larutan kafein 0,4377. konsentrasi yang didapat dari pengenceran bertingkat yaitu 5 ppm.
    Setelah membuat larutan standar kita membuat larutan sampel, dalam membuat larutan sampel kita menyiapkan alat dan bahan, lalu menimbang kofein sebanyak 2,5 g, lalu kofein dilarutkan dengan air suling pada labu ukur dan dicukupkan airnya hingga mencapai batas 100 mL pada labu ukur. Selanjutnya dipipet larutan tersebut sebanyak 5 mL, dan dimasukkan kedalam abu ukur kedua dan dicukupkan air suling hingga volumenya mencapai 100 mL, lalu dipipet lagi larutan pada labu ukur kedua sebanyak 10 mL dan masukkan kedalam labu ukur ketiga dicukupkan air suling hingga mencapai 100 mL. Terakhir larutan pada labu ukur ketiga dipipet sebanyak 10 mL dan  dimasukkan kedalam tabung reaksi. Dibuat larutan menggunakan cara yang sama menggunakan kofein 2,5 g dengan penambahan sulfanilamida sebanyak  0,5 g, 1,0 g, dan 1,5g. Kemudian larutan sampel tersebut diukur serapannya pada spektofotometri. Berdasarkan hasil perhitungan konsentrasi yang diperoleh secara berturut-turut adalah 0,064 mg/L, 0,065 mg/L, dan 0,070 mg/L.






BAB VI
PENUTUP
VI.1    Kesimpulan
Dari percobaan ini saya dapat menyimpulkan kelarutan kofein pada sulfonamida 0,5 g yaitu 1,1151, pda sulfonamida 1,0 g yaitu 1,1408, dan pada silfonamida 1,5 g yaitu 1,2273.
VI.2    Saran
    Saran saya pada praktikum farmasi fisika sudah bagus tinggal ditingkatkan lagi pada pengadaan bahan.




















LAMPIRAN

    Penentuan Kelarutan





























    Penentuan Koefisien Distribusi

























2 comments:

  1. Thanks blognya bermanfaat ka. Kak DAPUSnya tidak ada ya?

    ReplyDelete
    Replies
    1. sama-sama don. nnti dtgu aja updatetannya. hehehe

      Delete